Komponen Abiotik
dan Komponen Biotik
Komponen yang menyusun lingkungan dapat
dibedakan menjadi komponen abiotik (benda tak hidup) dan biotik (makhluk
hidup).
A.
Komponen Abiotik
Komponen abiotik dalam lingkungan
meliputi: udara (yang tersusun atas nitrogen, oksigen, karbon dioksida, dan gas
lainnya), angin, air, tanah, mineral, cahaya, suhu, pH, salinitas atau kadar
garam, dan topografi.
1.
Udara
Udara di atmosfer tersusun atas nitrogen
(N2, 78%), oksigen (O2, 21%), karbondioksida (CO2,
0,03%), dan gas lainnya. Jadi, gas nitrogen merupakan penyusun udara terbesar
di atmosfer bumi.
a.
Nitrogen (N2)

b.
Oksigen (O2)
dan Karbon Dioksida (CO2)
Oksigen O2 merupakan gas
pembakar dalam proses pernapasan. Makanan, misalnya karbohidrat yang ada di
dalam sel, mengalami pembakaran (oksidasi) guna menghasilkan energi. Oksidasi
tersebut sering disebut sebagai pernapasan sel. Baik tumbuhan maupun hewan
memerlukan oksigen dari uadara bebas untuk pernapasannya dalam rangka
mendapatkan energi. Dalam pernapasan dihasilkan pula karbon dioksida (CO2)
dan air (H2O).
Karbon
dioksida sangat diperlukan tumbuhan dalam proses fotosintesis. Secara alami,
fotosintesis berlangsung pada siang hari. Secara buatan, fotosintesis dapat
berlangsung pada malam hari dengan pertolongan sinar lampu. Hasil dari
fotosintesis adalah gula dan oksigen.
c.
Angin dan
Kelembapan

Angin berperan membantu penyerbukan
tumbuhan, penyebaran spora, dan penyebaran biji tumbuhan. Beberapa serangga
hama tumbuhan juga dapat diterbangkan oleh angin ke tempat lain yang jauh.
Kelembapan berperan menjaga organisme
agar tidak kehilangan air karena penguapan. Beberapa mikroorganisme, seperti
jamur dan bakteri hidup di tempat-tempat yang lembab. Mikroorganisme tersebut
tidak dapat hidup di tempat yang kering.
2.
Air
Sekitar 80-90% tubuh makhluk hidup
tersusun atas air. Air digunakan sebagai pelarut di dalam sitoplasma, untuk
menjaga tekanan osmosis sel, dan mencegah sel dari kekeringan.
Indonesia yang terletak di daerah
khatulistiwa dan di antara dua benua, memiliki curah hujan yang cukup tinggi,
rata-rata 200-225 cm/tahun. Curah hujan yang tinggi dan merata, cahaya matahari
sepanjang tahun, dan suhu rata-rata 27oC menyebabkan Indonesia
memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Semakin rendah curah
hujannya, semakin rendah pula keanekaragamannya. Di daerah Nusa Tenggara Timur,
yang curah hujannya hanya 100 cm/tahun, banyak terdapat padang rumput dan
semak-semak yang dikenal sebagai sabana
dengan keanekaragan yang relatif rendah. Di daerah Indonesia bagian barat, yang
curah hujannya tinggi, banyak dijumpai hutan hujan tropik yang memiliki
keanekaragaman yang relatif tinggi.

3.
Mineral
Mineral yang diperlukan tumbuhan,
misalnya belerang (S), fosforus (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg),
besi (Fe), natrium (Na), dan klorin (Cl). Mineral-mineral itu diperoleh
tumbuhan dalam bentuk ion-ion yang larut di dalam ait tanah. Mineral tersebut
digunakan untuk berlangsungnya metabolisme tubuh dan untuk penyusun tubuh.
Hewan dan manusia pun memerlukan mineral untuk penyusun tubuh dan reaksi-reaksi
metabolismenya. Selain itu, mineral juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan
asam basa dan mengatur fungsi fisiologi (faal) tubuh.
4.
Cahaya
Cahaya matahari digunakan tumbuhan untuk
melakukan fotosintesis. Tanpa cahaya matahari, tumbuhan tidak dapat hidup dan
selanjutnya makhluk hidup yang lain juga tidak akan memperoleh kehidupan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa matahari merupakan sumber energi bagi
makhluk hidup di bumi.
Di gua yang gelap tidak mempunyai
tumbuhan dan makhluk hidup lainnya. Kalaupun ada hewan, maka hewan tersebut
hanya mengggunakan gua sebagai tempat persembunyian. Meskipun di dalam gua yang
gelap terdapat udara, mineral dan air yang cukup, tetapi, karena tidak ada
cahaya, tumbuhan tidak dapat hidup di dalam gua. Jadi, di dalam gua, cahaya
merupakan faktor pembatas.
5.
Suhu
Makhluk hidup umumnya dapat bertahan
hidup hanya pada kisaran suhu 0o - 40oC. Hewan berdarah
panas ada yang mampu hidup pada suhu di bawah titik beku. Suhu rendah tidak
mematikan sebagian makhluk, namun menyebabkan makhluk hidup tersebut seolah
terhenti kehidupannya, yaitu mengalami hibernasi.
Reptilia dan beberapa hewan amfibi di negara subtropik mengalami hibernasi
(tidur istirahat) pada musim dingin. Jika suhu meningkat, makhluk hidup ini
bangun dari istirahatnya yang panjang, kemudian beraktivitas kembali.
Indonesia, yang terletak di daerah
khatulistiwa, memiliki suhu yang hangat sepanjang tahun, rata-rata 27oC.
Suhu ini sangat ideal bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Oleh karena itu,
Indonesia memiliki keanekaragaman biota yang tinggi dibandingkan dengan daerah
beriklim sedang.


6.
Keasaman (pH)
Keasaman berpengaruh terhadap makhluk
hidup. Biasanya, makhluk hidup memerlukan lingkungan yang memiliki pH netral.
Makhluk hidup tidak dapat hidup di lingkungan yang terlalu asam atau basa.
Sebagai contoh, lahan gambut yang bersifat asam memiliki keanekaragaman yang
lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang tanahnya netral. Oleh karena itu,
lahan gambut sulit dijadikan areal pertanian jika tidak diolah dan dinetralkan
terlebih dahulu. Tanah yang bersifat asam dapat dinetralkan dengan diberi bubuk
kapur. Tanah yang berhumus sering kali bersifat asam. Tanah berkapur sering
kali bersifat basa. Tanah yang bersifat basa dapat dinetralkan dengan diberi
bubuk belerang.
7.
Kadar Garam (Salinitas)
Jika kadar garam tinggi, sel-sel akar
tumbuhan akan mati dan akhirnya akan mematikan tumbuhan itu. Di daerah yang
berkadar garam tinggi hanya hidup tumbuhan tertentu. Misalnya, pohon bakau yang
hidup di pantai tahan terhadap lingkungan berkadar garam tinggi.
8.
Topografi
Topografi artinya tinggi rendahnya
permukaan bumi di suatu daerah. Topografi berkaitan dengan kelembapan, cahaya,
suhu, serta keadaan tanah di suatu daerah. Interaksi berbagai faktor itu
membentuk lingkungan yang khas. Sebagai contoh, keanekaragaman hayati di daerah
perbukitan berbeda dengan di daerah datar. Organisme yang hidup di daerah yang
berbukit-bukit berbeda dengan di daerah datar. Topografi juga mempengaruhi
penyebaran makhluk hidup.
9.
Faktor Pembatas dan Toleransi Makhluk Hidup
Di dalam ekosistem terdapat faktor
pembatas dan faktor toleransi dari makhluk hidup terhadap lingkungannya.
a.
Faktor Pembatas
Faktor apakah yang menentukan suatu
wilayah sehingga menjadi padang rumput, sementara yang lai menjadi hutan
belantara? Faktor apa yang menyebabkan suatu kebun memiliki populasi semut
melimpah, sedangkan di kebun yang lain populasi semut sedikit? Jawabannya
adalah karena di kebun tersebut tersedia sumber daya alam yang cukup, sedangkan
di kebun yang lain sumber daya alamnya terbatas. Sumber daya alam yang pokok
berupa makanan. Sumber daya alam yang lain adalah air, pH yang sesuai, cahaya
dan faktor-faktor biotik lainnya. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap kelestarian organisme disebut sebagai faktor pembatas. Jadi, faktor pembatas adalah faktor lingkungan,
baik abiotik maupun biotik yang dapat membatasi keberadaan, jumlah, reproduksi,
ataupun penyebaran organisme.
Faktor pembatas yang berpengaruh pada
satu populasi dapat berpengaruh secara tidak langsung pada populasi makhluk
hidup yang lain. Misalnya, jika air terlalu sedikit dari kebutuhan tumbuhan,
maka tumbuhan di areal tersebut dapat terhambat pertumbuhannya. Biji yang
dihasilkan tumbuhan tersebut sedikit. Akibatnya, tikus yang memakan biji
tumbuhan tersebut populasinya berkurang.
b.
Rentangan
Toleransi
Makhluk hidup memiliki toleransi
terhadap kekurangan atau kelebihan komponen tertentu. Akan tetapi, toleransi
makhluk hidup itu ada batasnya. Jika faktor tersebut terlalu sedikit atau
terlalu banyak, maka makhluk hidup yang semula mampu bertoleransi menjadi tidak
mampu bertoleransi lagi dan akhirnya mati.
Tanaman jagung paling sedikit memerlukan
2-3 bulan cuaca terik matahari dan air cukup agar dapat menghasilkan biji
jagung yang baik. Jika tanaman jagung tumbuh di daerah kurang cahaya dan
kekurangan air, mungkin jagung tersebut masih dapat hidup, tetapi tidak dapat
menghasilkan biji. Jagung dapat mengatasi kekurangan cahaya dana air karena
memiliki toleransi. Setiap makhluk hidup mengikuti naik turunnya faktor
lingkungan agar lestari.
B.
Komponen Biotik
Komponen biotik terdiri atas tumbuhan,
hewan (termasuk manusia), dan mikroorganisme. Berdasarkan peranannya dalam
ekosistem, komponen biotik dapat dibedakan menjadi produser, konsumer, dan
dekomposer.
1.
Produser

Proses penyusunan zat-zat organik dari
zat-zat anorganik bertujuan untuk mendapatkan persenyawaan berenergi tinggi.
Tumbuhan hijau memanfaatkan cahaya matahari untuk mereaksikan gas karbon
dioksida dan air menjadi gula, dengan mengeluarkan oksigen. Gula merupakan
bahan organik berenergi tinggi yang disimpan atau dibah menjadi persenyawaan
lain seperti amilum, protein, lemak, dan sebagainya. Tumbuh-tumbuhan menyimpannya
di dalam buah, biji, akar, batang, atau bagian tumbuhan lain sebagai cadangan
makanan.
|
Kehadiran produser di
lingkungan sangat penting artinya bagi keberadaan makhluk hidup lainnya yang
mendapatkan makanan dari produser. Hewan-hewan dan makhluk hidup yang tak
berklorofil tidak mampu mengadakan fotosintesis. Oleh karena itu, konsumer
tergangung pada adanya produser.
2.
Konsumer
Manusia,
hewan, dan tumbuhan yang tidak berklorofil (misalnya, tali putri) tidak mampu
memproduksi zat organik dari zat-zat anorganik. Oleh karena tidak mampu
menyusun zat organik dari zat anorganik, konsumer disebut sebagai organisme heterotrof (hetero = bermacam, yang lain; trophein
= makanan). Konsumer atau pemakai mendapatkan energi dengan cara memakan
produser atau organisme lain.
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, produser memiliki cadangan makanan berenergi tinggi.
Bahan makanan ini dimakan konsumer. Di dalam tubuh konsumer, bahan makanan
tersebut dioksidasi untuk memperoleh energi. Hasil sampingannya berupa CO2
dan H2O. Persamaan reaksinya sebagai berikut.

(gula)
(oksigen) (karbon
dioksida) (air) (energi)
Reaksi
ini disebut sebagai reaksi pernapasan atau respirasi atau oksidasi.
Macam-macam Konsumer
Konsumer
dapat dibedakan berdasarkan tingkatan dalam memperoleh energi dan berdasarkan
cara makannya.
a.
Berdasarkan tingkatan
dalam memperoleh energi, konsumer dapat dibedakan menjadi konsumer I, konsumer
II, dan konsumer III.
1. Konsumer I
adalah konsumer yang secara langsung memperoleh materi dan energi dari
produser. Konsumer I merupakan herbivor (pemakan tumbuhan), misalnya sapi, kambing,
tikus, rusa, dan ulat.
2. Konsumer II
adalah hewan-hewan yang mendapatkan materi dan energi dari konsumer I. Konsumer
II merupakan karnivor (pemakan daging), misalnya kucing, anjing, dan katak.
3.
Konsumer III adalah hewan-hewan yang mendapatkan materi dan
energi dari konsumer II. Biasanya, dalam ekosistem hanya terdapat tingkatan
konsumer sampai konsumer III. Konsumer paling akhir yang tidak ada pemangsanya
ini disebut konsumer puncak. Contohnya adalah harimau dan elang.

b.
Bedasarkan cara
makanannya, konsumer dapat dibedakan menjadi predator, pemakan bangkai,
parasit, dan detritivor.
1.
Predator
Predator adalah pemangsa yang mendapatkan makanan dengan
cara mengejar atau menangkap mangsanya. Tubuh mangsa dimakan sampai habis.
Contohnya adalah kucing, buaya, ular, katak, kadal, dan laba-laba.
2.
Pemakan bangkai
(scavenger)
Pemakan bangkai (scavenger)
memakan tubuh hewan lain yang telah membusuk. Scavenger berbeda dari pengurai, karena pengurai merupakan
mikroorganisme yang menguraikan bahan-bahan organik menjadi bahan-bahan
anorganik, sedangkan pemakan bangkai merupakan hewan makro yang tidak mampu
menguraikan bahan organik secara langsung. Contoh pemakan bangkai adalah burung
vulture dan babi hutan.
3.
Parasit
Parasit adalah makhluk hidup yang menempel atau hidup di
dalam makhluk hidup lain dan memperoleh makan dari tubuh inangnya. Parasit
tergantung pada kehidupan inangnya. Jika inangnya mati, maka parasit pun mati.
Parasit ada yang merupakan mikroorganisme, misalnya bakteri dan jamur parasit,
ada pula yang merupakan makroorganisme, seperti cacing usus dan lintah.
Ditinjau dari tempat hidupnya, parasit dibedakan menjadi endoparasit (hidup di dalam tubuh) dan ektoparasit (hidup di luar tubuh).
4.
Detritivor
Hewan yang memakan hancuran tubuh organisme atau serpihan
organisme (detritus) disebut detritivor.
Contohnya adalah rayap, cacing tanah, dan kutu karpet. Rayap memakan hancuran
kayu, cacing tanah memakan tumbuhan, sedangkan kutu karpet memakan serpihan
kulit ari manusia yang jatuh di karpet.
3.
Pengurai
Pengurai
atau dekomposer adalah mikroorganisme heterotrof, yang mendapatkan materi dan
energi dari hasil penguraian sisa makhluk hidup, kotoran dan bangkai. Contoh
pengurai adalah bakteri pembusuk dan jamur yang menguraikan zat organik dari
tumbuhan dan hewan menjadi zat anorganik. Meskipun berukuran kecil, pangurai
memiliki derajat metabolisme yang tinggi dan memiliki reproduksi yang lebih
cepat dibandingkan dengan makroorgaanisme. Berkat kegiatan pengurai, zat
organik dari sisa makhluk hidup, kotoran, dan bangkai diuraikan menjadi zat anorganik
dan panas yang dilepaskan ke lingkungan. Zat-zat anorganik adalah karbon
dioksida, air, dan mineral. Zat organik ini akan dimanfaatkan kembali oleh
tumbuhan (produser).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar